BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberdayaan ekonomi rakyat merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki perekonomian di Indonesia yang sedang terpuruk. Arah kebijakan pemerintah di bidang ekonomi antara lain berusaha memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing serta menciptakan iklim usaha yang kondusif dan peluang usaha yang seluas - luasnya.
Pembangunan di bidang peternakan diarahkan untuk mengembangkan peternakan yang maju dan efisien. Peternakan diharapkan dapat terus meningkatkan perannya sebagai penghasil pangan hewani yang bernilai gizi tinggi serta sebagai sumber kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan peternak. Untuk itu, pemerintah senantiasa berupaya mendorong peningkatan produksi peternakan khususnya ayam ras untuk meningkatkan kesempatan berusaha, ekspor dan kesejahteraan rakyat.
Sekarang ini, pemerintah telah berupaya menjalankan perannya sebagai alat pengendali pembangunan dengan mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang peternakan. Salah satunya adalah berkaitan dengan pembinaan usaha peternakan ayam ras, termasuk di dalamnya adalah kebijakan tentang restrukturisasi dan upaya stabilisasi usaha serta pengaturan sistem kerjasama antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan. Kebijakan yang mengatur tentang kerjasama antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan, diantaranya adalah Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 362/Kpts/TN.120/5/1990 dan Keppres No 22/1990 yang mengatur bidang investasi dan pemberian peluang bagi perusahaan peternakan untuk melakukan usaha di segmen budidaya dengan syarat harus bekerjasama dengan peternakan rakyat. Dikeluarkan juga SK Mentan No.472/Kpts/TN.330/6/1996 tentang pembinaan usaha peternakan ayam ras yang memuat tentang petunjuk pelaksanaan sistem kerjasama melalui pola kemitraan usaha ayam ras (Anonimous (b), 1997).
Secara teoritis kemitraan merupakan suatu cara pengorganisasian produksi yang bertujuan memanfaatkan keunggulan perusahaan besar sebagai pemilik modal yang lebih menekankan pada pemerataan. Menurut Roghiyanti (1996) kemitraan diartikan sebagai suatu bentuk kerjasama antara pemilik modal besar sebagai inti dengan peternak sebagai plasma dengan tujuan agar semua pelaku yang terlibat dalam usaha peternakan ayam ras dapat bersama – sama meraih keuntungan, sehingga tercipta kepastian berusaha dan kepastian memperoleh pendapatan, namun pada kenyataanya sering dijumpai bahwa peternak anggota kemitraan ayam ras merasa rugi dalam memelihara ayam pedaging. Hubungan kemitraan ini diasumsikan bahwa kedua belah pihak mempunyai kepentingan yang sama mendapatkan nilai tambah yang dirumuskan dalam suatu kontrak baik tertulis maupun tidak. Sistem ini tidak semata-mata berorientasi pada profit tapi juga peningkatan kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Melalui sistem ini, eksistensi hubungan inti-plasma diharapkan bersifat fungsional, sehingga terjadi hubungan saling ketergantungan dan saling menguntungkan kedua belah pihak (Roghiyanti, 1996).
Kerjasama kemitraan terdapat dua belah pihak yang terlibat, pihak pertama yaitu pihak penyedia sarana produksi ternak (sapronak) dan sekaligus memasarkan hasilnya. Pengadaan bibit, pakan, obat dan jaminan pasar menjadi tanggungan perusahaan yang bertindak sebagai inti, sedangkan pihak kedua disebut mitra (plasma). Plasma adalah petani ternak ayam sebagai pelaksana produksi yang merupakan pelaku budidaya murni dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun kondisi ternak.
Berpijak dari konsep hubungan ketergantungan yang saling membutuhkan, berkembanglah berbagai kemitraan yang dilakukan pemerintah, koperasi maupun swasta seperti sistem gaduh, modal bergilir, hibah dan lain sebagainya. Pemerintah yang gencar menggalakkan program pengentasan kemiskinan, agaknya menganjurkan kemitraan dalam berbagai aktivitas, sehingga bukan suatu yang mengherankan jika akhir-akhir ini kemitraan berkembang pesat hampir di seluruh tanah air, tidak terkecuali di Kabupaten Malang.
Penerapan pola kemitraan tersebut dalam pengembangan usaha ternak ayam pedaging memiliki kontribusi yang besar ditinjau dari aspek perluasan kesempatan kerja dan berusaha. Salah satu bentuk kemitraan usaha yang telah berjalan selama ini adalah antara KUD dengan peternak rakyat. Sejak dikeluarkanya SK Mentan No 462/1990 mengenani kerjasama dibidang budidaya ayam ras antara peternak dengan perusahaan peternakan dan perusahaan dibidang peternakan melalui kemitraan, banyak bermunculan model – model kemitraan berbasis hubungan inti plasma yang dilaksanakan oleh perusahaan – perusahaan besar. Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai wadah bagi kegiatan perekonomian di pedesaan, diharapkan dapat membantu dalam pemenuhan berbagai macam kebutuhan peternak yang meliputi pengadaan sarana produksi peternakan (bibit, pakan dan obat – obatan), penampungan hasil dan pemasaran hasil produksi peternakan. Fungsi KUD dapat dikatakan sebagai inti yang bertindak dalam penyediaan sapronak dan pemasaran hasil produksi. Kemitraan usaha tersebut diharapkan dapat memberdayakan peternak di pedesaan, sehingga akan meningkatkan pendapatan peternak, namun pada kenyataanya sering dijumpai bahwa peternak anggota KUD merasa rugi dalam memelihara ayam pedaging. Model kemitraan yang dijalankan belum dapat memberikan akses seluas – luasnya kepada masyarakat pedesaan sekaligus membagi resiko dan ketidakpastian usaha yang dikarenakan tidak adanya jaminan harga sapronak dan harga hasil produksi serta sistem perjanjian yang tidak tertulis. Adanya kemitraan (kerjasama) dengan KUD, seharusnya peternak akan lebih terjamin kesejahteraanya
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
0 comments:
Post a Comment