BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Latar Belakang
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 – 2003 telah memberi arahan bagi penyelenggaraan pemerintahan negara , termasuk di dalamnya pembangunan sektor pertanian. Dari 28 butir GBHN di bidang ekonomi terdapat lima kebijaksanaan dasar yang menjadi acuan dalam pengembangan sektor pertanian melalui pendekatan agribisnis.
Pertama, mengembangkan sistim ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Kedua, mengembangkan perekonomian yang berorentasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komperatif dan produk unggulan daerah yang berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan menghilangkan segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan, memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing, fasilitas negara berupa perlindungan dari persaingan tidak sehat, pendidikan dan latihan, informasi bisnis dan teknologi, permodalan dan lokasi usaha. Mengembangkan hubungan kemitraan usaha, bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan menguntungkan.
Ketiga, meningkatkan penggunaan, pengembangan dan pemanfaatan IPTEK guna meningkatkan daya saing produk berbasis sumber daya lokal. Keempat, mengoptimalkan peran pemerintah dalam mengoreksi ketidak sempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan intensif yang dilakukan secara transparan. Kelima. Mengembangkan sistim ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan dan budidaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga terjangkau dengan memperhatikan peningkatan produksi dan pendapatan petani.
Untuk mewujudkan pertanian industri yang berkeadilan dan berwawasan kemandirian, kesejahteraan petani, ketahanan pangan dan kelestarian sumberdaya alam sejalan dengan diberlakukannya UU No 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah, UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah PP No 25 tahun 2000 tentang pemerintah daerah, Pembangunan pertanian masa depan sangat ditentukan oleh kemampuan pengembangan Human Capital dan Tecnological. Oleh karena itu teknologi spesifik lokasi berwawasan agribisnis yang mampu merespon permintaan pasar secara tepat dan cepat, efektif dan efisien merupakan harapan semua pihak.
Sebagaimana tertuang dalam peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 2 tahun 2001 tentang program pembangunan daerah Jawa Timur. Kebijakan pembangunan sektor pertanian pada dasarnya ditekankan pada pembangunan sistim ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui pengembangan agribisnis dan usaha pertanian rakyat yang dituangkan dalam tiga program utama pembangunan pertanian, yaitu :
1. Program peningkatan ketahanan pangan.
2. Program pengembangan agribisnis.
3. Program pembangunan pertanian rakyat terpadu.
Tidak ada suatu negara yang dapat mempertahankan suatu proses pertumbuhan ekonomi yang pesat tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan (P. Timmer 1996 dalam Ma`rup M, 2003) . Sebagaimana tertuang dalam undang-undang no. 7 tahun 1996, bahwa pengembangan pangan dan kesejahteraan petani adalah kewajiban bersama antara pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah dalam hal ini adalah melaksanakan pengaturan dan pengendalian agar berkembang sistim pengusahaan pangan yang adil dan bertanggungjawab. Faktor utama ketahanan pangan mencakup ketersedian dan keterjangkauan atau akses untuk mendapatkan pangan, baik dalam jumlah, mutu, keamanan maupun kesesuaian dengan sosio – kultur, dapat dijangkau secara fisik maupun ekonomi dan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan individu setiap waktu untuk sehat, tumbuh dan produktif.
Pada hakekatnya peningkatan pendapatan rumah tangga merupakan faktor kunci dari peningkatan ketahanan pangan rumah tangga, sehingga dengan tujuan pada peningkatan pendapatan, maka pembangunan petanian tanaman pangan dan hortikultura harus didasarkan pada kaidah bisnis dalam rangka mendayagunakan keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada kondisi dimana pembangunan agribisnis belum berjalan seperti yang diharapkan pada masa kritis dan pemulihan krisis saat ini maka untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan upaya-upaya khusus. Dengan demikian maka agribisnis komoditas pangan yang berbasis sumberdaya lokal yang menghasilkan, mengolah dan memasarkan berbagai ragam produk pangan serta memberikan pendapatan bagi masyarakat akan memberi kontribusi yang besar terhadap terwujudnya ketahanan pangan. Dengan pendekatan tersebut maka kebijaksanaan ketahanan pangan diarahkan pada :
a. Keragaman sumberdaya.
b. Efisiensi ekonomi dan keunggulan kompetitif wilayah (daerah).
c. Pengaturan distribusi pangan mengacu pada mekanisme pasar yang kompetitif.
d. Sebagai bagian dari pendapatan petani.
Program pengembangan agribisnis diarahkan untuk meningkatkan produktifitas, kualitas dan produksi tanaman pangan dan hortikultura yang dapat dipasarkan sebagai bahan baku industri pengolahan maupun eksport serta berkurangnya nilai dan volume import hasil pertanian tanaman pangan dan hortikultura, meningkatkan kesempatan kerja produktif di pedesaan. Pada on farm dan of farm yang memberikan imbalan wajar, meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan investasi swasta dalam pengembangan agribisnis serta memajukan perekonomian dipedesaan dan terpeliharanya produktifitas sumberdaya alam, berkembangnya usaha pertanian konservasi dan terjaganya kualitas lingkungan hidup.
Pengembangan agribisnis yang memposisikan petani sebagai wiraswasta agribisnis merupakan perwujudan dari pengembangan ekonomi rakyat. Untuk membangun pertanian berwawasan agribisnis, upaya yang dilakukan adalah dengan penyediaan sarana - prasarana dan agroinput dengan prinsip enam tepat serta dukungan fasilitas permodalan, pengembangan usaha dan pemasaran melalui penyediaan jaringan pemasaran dan informasi pasar serta mewujudkan usaha pengolahan hasil pertanian.
Program pembangunan pertanian rakyat terpadu diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia melalui peningkatan kemampuan dan produktifitas usahatani melalui pengembangan pertanian rakyat, optimalisasi usaha pertanian dan rehabilitasi serta peningkatan jaringan irigasi. Upaya yang dilakukan antara lain dengan optimalisasi pemanfaatan lahan, air irigasi serta plasma nutfah. Pengembangan komoditas prospektif dan perwilayahan komoditas serta peningkatan sumber daya manusia, pengembangan alsintan, penyediaan data yang akurat, penanggulangan bencana, penanganan wilayah khusus, penyediaan sarana dan prasarana kerja serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi.
Karena negara kita masih menjadikan beras sebagai komoditas pangan utama, maka dalam kontek Indonesia ketahann pangan dapat dipahami sebagai kemampuan pemerintah untuk memenuhi ketersedian dan memudahkan akses masyarakat untuk mendapatkan beras. Atas dasar pikiran tersebut maka keterlibatan pemerintah dalam tataniaga beras melalui kebijaksanaan harga dasar atau penetapan patokan harga pembelian serta kebijaksanaan untuk melakukan operasi pasar tidak saja relevan tetapi justru sangat strategis baik dalam perspektif ekonomi maupun politik.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan pengembangan ekonomi pedesaan pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan perberasan melalui inpres no.9 tahun 2002 yang merupakan penyempurnaan dari inpres no. 9 tahun 2001, yang mengatur tentang kebijaksanaan perberasan secara komprehensif. Tujuan kebijaksanaan ekonomi beras nasional yang tercantum dalam inpres no. 9 tahun 2002 meliputi pengembangan tiga aspek, yaitu :
a. Pemantapan ketahanan pangan.
b. Peningkatan pendapatan petani.
c. Dinamisasi ekonomi desa.
Untuk komoditi beras, selama 12 tahun terakhir pemenuhan kebutuhan pangan dari import rata-rata 4,4 persen pertahun dengan variasi yang besar yaitu tahun 1997 sebesar 0,1 persen dan tahun 1999 mencapai 12,2 persen. Indonesia telah berhasil memacu produksi padi (swasembada pangan) sampai dengan pertengahan tahun 1980-an. Namun sejak awal tahun 1990 supply beras tidak lagi mampu memenuhi laju kebutuhan beras dalam negeri, sehingga import beras terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjadikan Indonesia negara importir beras. Lonjakan import paling tinggi terjadi tahun 1998 yaitu sebesar 5,8 juta ton karena adanya krisis ekonomi, selanjutnya import relatif menurun hingga mencapai 733,2 ton pada tahun 2001. Semakin besar kesenjangan antara produksi dan kebutuhan beras yang diperkirakan akan terjadi menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap import beras akan semakin meningkat pada masa-masa mendatang. Untuk itu perlu adanya upaya menggairahkan kembali semangat keberhasilan swasembada pangan / beras tahun 1984 melalui pengembangan budidaya tanaman pangan (Achmad Suryono, 2003).
Salah satu program pengembangan pertanian khususnya di bidang tanaman pangan adalah upaya untuk meningkatkan produksi padi dan palawija dengan suatu gerakan yang disebut Gerakan mandiri Padi, Kedelai dan jagung atau Gema Palagung 2001, dengan tujuan untuk meraih kembali swasembada beras dan mencapai swasembada kedelai dan jagung dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Menurut Mosher (1979), pengelolaan usahatani yang baik perlu perencanaan yang tepat dalam penggunaan faktor-faktor produksi, seperti penggunaan bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan sebagainya. Peningkatan produksi pertanian adalah akibat dari pemakaian teknik-teknik baru dalam usahatani. Untuk memperoleh hasil yang banyak tidak mungkin dicapai hanya dengan menggunakan tanaman dan teknik-teknik budidaya yang lama saja melainkan harus ada perubahan baru yang lebih menguntungkan.
Pemerintah melalui berbagai kebijaksanaan dan pendekatan telah memainkan peranan yang cukup besar untuk memfasilitasi, mendorong, serta memberikan regulasi di berbagai aspek dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan khususnya padi (beras), dengan demikian wajar apabila pengelolaan usahatani padi memiliki fasilitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya seperti jagung, kedelai dan ubi-ubian. Besarnya peranan pemerintah dalam pengelolaan komoditas pangan khususnya padi dapat dilihat mulai dari pra produksi seperti penyediaan pupuk, bibit unggul, obat-obatan, kredit produksi, sarana irigasi serta penguatan modal kelembagaan petani.
Di bidang produksi, Litbang Departemen Pertanian terus berupaya, merekayasa untuk menciptakan dan memperkenalkan model tanam, bibit unggul yang mempunyai tingkat ketahanan terhadap hama dan penyakit serta tingkat produksi yang lebih tinggi, jenis dan teknik baru dalam pemupukan termasuk diperkenalkannya penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan dengan bahan dasar sisa (limbah) produk pertanian dan ternak.
Kabupaten Tulungagung dengan luas wilayah 1.055,65 km mempunyai iklim tropis yang terbagi ke dalam dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Curah hujan sangat tinggi dimana pada tahun 2003 curah hujan mencapai 2.507 mm dan hari hujan 90 hari sedikit diatas curah hujan dan hari hujan tahun 2002 yang mencapai 2.173 mm dengan 99 hari hujan. Luas lahan sawah 23.392 hektar dimana 11.221 hektar merupakan lahan berpengairan teknis dari saluran primer Lodagung dengan kapasitas debit air 5.924,63 liter/detik sementara sisanya merupakan tanah sawah irigasi ½ teknis, sederhana, irigasi desa dan tadah hujan. Disamping pengairan dari Lodagung lahan sawah juga memperoleh air irigasi dari 25 sungai besar dan kecil yang tersebar di 17 wilayah kecamatan.
Komoditi pangan merupakan komoditi strategis karena menyangkut kebutuhan dasar bagi kehidupan rakyat seperti beras merupakan bahan makanan pokok lebih dari 90% rakyat Indonesia. Oleh karena itu masalah pangan merupakan masalah nasional yang sangat fundamental harus diatasi bagi suatu bangsa. Pengalaman menunjukkan bahwa kekurangan pangan dapat berpengaruh terhadap stabilitas politik, ekonomi dan keamanan dalam negeri.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri, upaya peningkatan produksi dapat dicapai melalui peningkatan mutu intensifikasi tanaman padi, dengan mempertimbangkan aspirasi daerah seiring dengan semangat otonomi daerah.
Dalam program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan Kabupaten Tulungagung tahun 2003 di proyeksikan bahwa sasaran produksi padi tahun 2003 adalah 229.531 ton dengan luas areal panen 38.499 Ha.
Dan pada tahun 2003 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi proyek Peningkatan Mutu Intensifikasi (PMI) padi yang tersebar di 5 (lima) Kecamatan seluas 500 hektar.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “ANALISIS PENGARUH PROYEK PENINGKATAN MUTU INTENSIFIKASI (PMI) TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG “.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
0 comments:
Post a Comment