Sunday, February 17, 2013

Pengaruh Level Asap Cair Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi Bali Prarigor Pada Otot Longissimus Dorsi (PT-26)



Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan baik.
Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar perannya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Kesalahan penanganan pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis dapat mengakibatkan mutu daging menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark firm dry) atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan karena dingin (cold shortening) atau rigor yang terbentuk setelah pelelehan daging beku (thaw rigor) (Abustam, 2009).
Perubahan otot menjadi daging meliputi perubahan sifat fisikokimia otot akibat perubahan-perubahan secara biokimia dan biofisik pada saat prarigor, rigormortis dan pascarigor.  Namun salah satu kendala pada sifat fungsional daging yaitu, adanya keterbatasan daging untuk  mengikat air  atau daging sapi fase prarigor hanya dapat bertahan sekitar 6-8 jam.  Dengan keterbatasan waktu yang mengharuskan daging tersebut haruslah segera diolah pada saat daging tesebut masih dalam fase prarigor mortis.  Salah satu cara untuk mempertahankan sifat fungsional yang dimiliki daging adalah dengan adanya penambahan bahan tambahan yang bisa mempertahankan sifat fungsional daging dan juga bisa menghasilkan kualitas yang baik pada daging tersebut.

Asap cair merupakan suatu campuran suatu dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran kayu yang mengandung senyawa fenol yang berperan sebagai antioksidan dan dapat meningkatakan daya tahan dan kualitas daging.  Pada umumnya, penggunaan asap cair sering dikombinasikan dengan berbagai perlakukan seperti penggaraman, teknik pengemasan dan suhu penyimpanan, sebagai upaya efek sinergis terhadap mikroorganisme perusak dan meningkatkan umur simpan.  Asap cair dapat digunakan untuk memberikan karakteristik sensori terhadap produk olahan daging, dalam bentuk perubahan warna, bau, dan rasa.     
Daging fase prarigor pada otot Longissimus dorsi merupakan daging yang sangat baik digunakan untuk produk olahan.  Namun kenyataannya sifat fungsional daging fase prarigor tersebut hanya bertahan kisaran 6-8 jam.  Melihat sifat fungsional daging prarigor, maka dari itu dengan penambahan asap cair, sifat fungsional  daging sapi Bali pada fase pascarigor bisa dipertahankan.
          Pemberian asap cair sebagai bahan pengikat (binder) pada pangan hewani sesuai dengan perlakuan dan konsentrasi yang digunakan, diduga dapat mempertahankan sifat fungsional daging fase prarigor pada otot Longissimus dorsi.
          Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian level asap cair sebagai bahan pengikat dan bagaimana kualitas yang dihasilkan.   Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai media informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan asap cair  sebagai bahan pengikat.

0 comments:

Post a Comment